Les privat excellent, Les Privat ke rumah, Guru Les Privat, Guru ke Rumah, guru privat ke rumah,guru les ke rumah, Pendidikan Privat - Les Privat Excellent

  • Program Les Privat yang diperuntukan bagi siswa/i kelas 6 SD / 9 SMP / 12 SMA.
  • JAKARTA TIMUR | JAKARTA SELATAN | JAKARTA BARAT | BOGOR | DEPOK TANGGERANG BEKASI Hubungi kami di : Mobile : 021-8341-5368 / 087880324466
.
  • Program Reguler yang diperuntukan bagi siswa/i kelas 1, 2, 3, 4, 5 SD / 7, 8 SMP / 10, 11 SMA.
  • ReProgram Les Privat yang di peruntukan bagi siswa/i kelas 12 SMA & ALUMNI. Program bertujuan Mempersiapkan siswa/i untuk menghadapi SIMAK UI, UMB & SNMPTN dll.
  • LES PRIVAT EXCELLENT, menawarkan Program Super Camp SNMPTN/SIMAK UI kepada Anda Siswa-Siswi kelas 3 SMA dan Alumni yang ingin SUKSES dalam SIMAK UI, UMB, dan SNMPTN untuk Masuk PTN Favorite / Masuk Universitas Indonesia (UI).
close
iklan 120 x 600 kanan
close
iklan 120 x 600 kiri

Pendidikan Privat - Les Privat Excellent

Les Privat Excellent,--Memberikan kepercayaan kepada institusi sekolah, sebagai instrumen pendidikan dan pengajaran utama, nampaknya terwujud sebagai satu kelaziman sosial. Pandangan ini epidemik, nampak idiom pendidikan hampir pasti menyeret idiom lain bernama sekolah. Sekolah adalah instrumen negara untuk membangun peradabannya secara sistemik, opini ini terbentuk dari otoritas penuh negara untuk menciptakan kurikulum dan standar.
Menafikan bentuk lain instrumen pendidikan, adalah sebuah kenaifan sosial. Membebankan fungsi pendidikan, pembentukan karakter, dan penumbuhan sifat kemanusiaan, hanya pada instrumen sekolah, juga pilihan ketidakbijaksanaan dalam bentuk lain. Variabel individu manusia sangatlah kompleks, paduan individu manusia dalam satu kelas, jelas akan membentuk kompleksitas baru yang lebih canggih. Kelindan keunikan individu ini bertemu dengan nilai dan ilmu yang sifatnya generik, dalam ruangan kecil bernama sekolah, hasil yang dicapai pun, diukur lagi dalam standar yang juga generik. Sifat kelas yang simplifikatif, reduksionis, dan empiris ini adalah karakter dunia akademis.
Dalam satu sisi, fokus pengambilan keputusan misalnya, adalah sifat yang layak dijadikan pilihan. Namun, di sisi lain, mempertimbangkan keunikan karakter, keluasan kreativitas, keaslian ide, dan kedalaman pemikiran, satu ruang kelas dengan satu pembimbing berlabel guru nampaknya bukan pilihan konstruktif untuk bisa memanusiakan manusia. Bahkan, sisi lain yang bisa terjadi justru destruktif, pembunuhan karakter, penyangkalan kreativitas, penyeragaman ide, dan pendangkalan pemikiran.
Sekolah penting, tentu saja, namun pembebanan fungsi pendidikan hanya pada satu instrumen generik bernama sekolah, opsi itu menjadi tidak bijaksana. Instrumen pendidikan pertama dan paling penting bukanlah sekolah, jika memang tujuannya untuk membentuk manusia. Pilihan bijak untuk memperkuat pendidikan justru pada instrumen yang lebih kecil dan dinamis, yaitu : Keluarga.
Keluarga adalah instrumen pendidikan pertama dan paling utama untuk membentuk karakter, menumbuhkan sifat kemanusiaan, dan dalam skala lebih besar, membangun peradaban. Sifatnya yang independen, privat, terfokus, dinamis, intim, unik, dan fleksibel, berpadu dengan keluasan ruang- waktu pembelajaran, serta sosok pendidik berlabel “Ayah” dan “Ibu” yang interaktif, membuat institusi bernama keluarga ini memiliki kekuatan tersendiri untuk mengkonstruksi sifat kemanusiaan.
Objek
Isu penguatan institusi bernama keluarga nampaknya bukan isu yang cukup seksi binti bahenol untuk diangkat media saat ini. Memetika ide ini tertangkap dari karya sastra dan sinematika yang berbuah penghargaan, isu sosial- populer urban , hingga opini media arus kuat yang mengangkat heroisme individualitas serta relasi negatif interaksi keluarga. Isu kegagahan gaya hidup selibat khas kosmopolit , perselingkuhan yang memabukkan, hingga erotisme dalam berbagai modus masyarakat urban sedenter, menjadi komoditas pasar berbungkus cantik ,dan nampak cukup atraktif untuk membangun arus budaya berlabel “modern” dalam definisinya sendiri, walaupun wajah artifisialnya nampak  menonjol malu di sana- sini.
Ada beberapa objek ilmu dalam institusi keluarga sebagai instrumen pendidikan, untuk diperhatikan mekanisme transfernya antar generasi. Sains- matematika dasar, membantu untuk menafsir semesta di luar manusia yang kompleks dengan ukuran- ukuran definit sekaligus mencari inovasi kreatif untuk memanfaatkan ukuran- ukuran tersebut. Sosial- humaniora, manusia nampaknya lebih mengetahui semesta besar di luar diri, dibandingkan dengan semesta kecil dalam dirinya.Pengetahuan ini akan membantu interaksi dan relasi sosial dalam berbagai format serta membentuk model- model toleransi sekaligus reduksi antar nilai budaya masyarakat yang beragam.
Linguistik dan seni, keduanya adalah manifestasi peradaban manusia yang khas sekaligus universal. Keduanya adalah ” wajah peradaban” dalam bentuk humanis dan dinamis, mampu merasakan keindahan kedua objek tadi adalah sebuah hadiah terindah yang harus ditransfer antar generasi.
Objek yang lebih privat mengenai konsep keTuhanan, membutuhkan mediasi antar ilmu yang sudah disebutkan sebelumnya. Di tengah klaim para demagog- bigot serta kepentingan besar mengatasnamakan Tuhan untuk urusan klise dan arus berkebalikan yang nyaman dengan membunuh opsi Tuhan sejak awal, objek satu ini bertambah kompleks proses transfernya.Bahkan motif bersyukur pun, butuh kecukupan pengetahuan untuk mendorong kemunculan rasa tersebut. Akomodasi rasio dan rasa yang bersenyawa dengan transformasi kerumitan persoalan hidup serta simpangan- simpangan pengambilan keputusan, membantu pendewasaan pemahaman konsep yang sangat privat ini.Sekaligus memutuskan apakah nilai dalam konsep keTuhanan ini akan mempengaruhi area privat sekaligus publik atau salah satu area saja.
Objek berikutnya yang juga privat adalah disiplin kepemimpinan dan kemandirian. Bahwa setiap individu harus bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi dari keputusan yang diambilnya, adalah pemahaman yang dibentuk dalam simulakra simpangan- simpangan kehidupan. Kedua objek ini sekaligus membangun konsep untuk membawa diri memasuki beragamnya jejaring sosial dengan berbagai warnanya, berinteraksi dan melebur dalam relasi interpersonalnya, sekaligus menjaga independensi dalam kecamuk kontestasi memetikanya.
Fenomena “data smog”, bundel informasi yang justru tidak lebih sekedar sampah penimbun otak, karena ketidaksiapan individu mengolah arus banjir data menjadi bentuk lain yang lebih konstruktif, bisa jadi adalah salah satu bentuk ketidakmampuan instrumen bernama sekolah mendeteksi keunikan masing- masing individu. Di sini, sekali lagi, deteksi keunikan individu adalah hak istimewa yang dimiliki institusi pendidikan bernama keluarga.
Membentuk institusi pendidikan sistemik berformat generik yang mampu membangun kesadaran kritis bagi peserta didik, tetap salah satu kewajiban pemerintah. Tetapi besarnya kepercayaan yang diberikan kepada instrumen sekolah ini untuk “membentuk manusia” tidak tak terbatas, banyak keterbatasan yang harus diantisipasi jika melihat sisi lain kompleksitas manusia.
Keluarga adalah institusi pendidikan tersolid pertama dan tulang punggung spesies manusia untuk mewariskan pengetahuan antar generasinya.
eXTReMe Tracker
mit ping
 
 :! ! !
Copyright © 2012 - GLOBAL EXCELLENT. All right reserved